Senin, 10 Februari 2014

SENI PROFAN DALAM MASYARAKAT KITA SAAT INI



MAKALAH PENGANTAR ILMU SENI
SENI PROFAN DALAM MASYARAKAT KITA SAAT INI










Disusun Oleh :

Mega Fransiska (136040031)







FAKULTAS ILMU SENI & SASTRA
UNIVERSITAS PASUNDAN
TAHUN AKADEMIK 2013-2014






KATA PENGANTAR


          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Seni serta rasa keingintahuan kami terhadap berbagai kebudayaan termasuk ilmu-ilmu yang mempelajari tentang seni.
          Makalah ini berisi beberapa informasi tentang seni profan dalam masyarakat kita saat ini. Manusia hidup di dunia ini tidak akan terpisahkan dengan seni. Sehingga seni akan terus berkembang hingga sepanjang masa.
          Dengan seni kita mengharapkan manusia sebagai makhluk sosial dapat menggerakan perasaan kita terhadap apa yang terjadi disekitar kita.
saya menyadari makalah ini masih jauh dengan sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga allah swt meridhai segala usaha kita. Amin







penyusun


Mega Fransiska







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................II

DAFTAR ISI..............................................................................III



BAB I PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang .......................................................IV
2.     Rumusan Masalah...................................................IV
3.     Tujuan.....................................................................IV




BAB II PEMBAHASAN
          1. Pengertian Seni Sakral dan Profan.................................V
2.     Seni profan dalam kehidupan masyarakat kita saat ini...V-VI
3.     Perbedaan antara Seni Sakral dan Profan......................VI
4.     Dampak Positif dan Negatif...........................................VII




BAB III PENUTUP
1.     Kesimpulan...................................................................VIII
2.     Saran.............................................................................VIII
3.     Daftar Pustaka...............................................................VIII











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Didunia ini dalam pandangan keagamaan, dibagi menjadi dua, pertama adalah wilayah Yang Sakral dan kedua adalah wilayah Yang Profan. Yang Profan biasanya tidak dihiraukan, menjadi yang biasa-biasa saja, wilayahnya bukan sebagai sesuatu yang sakral. Namun di sisi lain, apa yang biasa kita anggap Profan menjadi begitu sakral dalam suatu agama, dan memang ini tidak masalah, karena universalitas ini ada di dalam diri manusia walau contoh-contoh konkretnya berbeda dari apa yang selama ini anggap biasa-biasa saja (profan).
Yang Sakral ini harus dipahami kalau ia tidak terbatas pada Tuhan personal yang diyakini oleh agama-agama pada umumnya. Bahkan sebuah batu saja, seperti yang akan kita akan lihat nanti, bisa menjadi batu yang berbeda -dari yang mungkin sebagian orang memahami- sebagai batu yang biasa, dan batu-batu lainnya hanya batu Yang Profan.



B. Rumusan Masalah
            Dalam penyusunan makalah ini tentang “Seni Profan dalam Masyarakat Kita Saat Ini”. Saya dapat merumuskan masalah antara lain sebagai berikut :
2.      Apa yang dimaksud Seni sakral dan Profan ?
3.      Apa yang terjadi seni profan terhadap kehidupan masyarakat saat ini?
4.      Apa Perbedaan antara seni sakral dan seni profan?
5.      Apa dampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat?


    C. Tujuan
                      Adapun tujuan saya dalam menyusun tujuan ini adalah :
2.      Untuk mengetahui seni sakral dan profan.
3.      Untuk mengetahui perkembangan seni profan terhadap keehidupan masyarakat .
4.      Untuk mengetahui perbedaan antara seni sakral dan seni profan.
5. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif.












BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Seni Sakral & Profan
          Seni Sakral adalah sebuah kesenian yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.
          Seni Profan adalah subuah seni yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan tuhan yang maha esa sebagai upacara keagamaan atau tidak atau untuk media hiburan atau komersil.
         
Seni Profan dalam Kehidupan Masyarakat Saat Ini
          Pada kehidupan saat ini seni profan dan seni sakral berbeda. Karena untuk menjelaskan hal ini memerlukan tinjauan estetika. Estetika yang dipakai “Seni Profan” tentu saja berbeda dari estetika “Seni Sakral”.     
“Estetika Profan” menganggap sesuatu sebagai “indah”, apabila sesuatu itu dapat memuaskan citarasa sebatas mata atau telinga. Jika mata menangkap kesan-kesan optik yang menyenangkan penglihatannya, maka sesuatu itu “indah”. Jika telinga menangkap gelombang suara yang dapat menyenangkan pendengaran, maka sesuatu itu “indah”. Penilaian sesuatu sebagai indah hanya berhenti pada penyenangan inderawi, tidak lebih dari itu. Sementara “Estetika Sakral” menganggap sesuatu sebagai “indah” bukan karena sesuatu itu sendiri, tapi karena sesuatu itu ada untuk melayani tujuan yang tertinggi, yaitu kebaktian kepada yang ilahi.

          Jika “Seni Profan” mengambil Alam sebagai obyek seninya, maka yang kemudian lahir semata-mata Naturalisme. Sebaliknya, jika “Seni Sakral” mengambil Alam sebagai obyek seninya, maka yang kemudian lahir bukanlah Naturalisme, tapi “Arketipisme Alam”. Alam dipahami “Seni Sakral” sebagai Arketip (Archetype) atau Simbol atau Gambar atau Manifestasi Ilahi. Alam sebagai Manifestasi Ilahi diungkap sangat baik dalam hadits kaum Islam: Inna’l-lâhha Jamîlun, yuhibbu’l-jamâl‟ (Sesungguhnya Ilahi itu Indah; Ia menyukai Keindahan). Segala hal alamiah yang indah merupakan manifestasi Keindahan Ilahi.

Jika “Seni Profan” mengambil Manusia sebagai obyek seninya, maka yang kemudian lahir semata-mata Naturalisme (yang dalam bentuknya yang paling vulgar menjadi Pornografi atau Kultus Keindahan Sempurna Fisikal. Sebaliknya, jika “Seni Sakral” mengambil Manusia sebagai obyek seninya, maka yang kemudian lahir bukanlah Naturalisme, tapi lagi-lagi “Arketipisme Manusia”. Manusia adalah Arketip atau Manifestasi Ilahi. Gambar wajah-wajah leluhur yang dipahat pada pahatan suku Asmat, misalnya, bukanlah semata-mata dibuat untuk menirukan wajah fisikalnya, tapi untuk membangun hubungan antara “yang sementara” dan “yang abadi”.
           
          Dalam buku “Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali” oleh I Made Yudabakti dan I Wayan Watre menjelaskan 3 fungsi seni, yaitu :
6.     Seni Wali
 Yaitu seni yang dipentaskan khusus pada hari suci, tempat suci dan bagian seninya telah ditentukan oleh suatu keputusan sastra, seperti : Tari Rejang, Pendet, Baris dan Wayang Sapuleger.
      2.  Seni Bebali
Yaitu seni yang dipentaskan untuk mengiringi upacara yadnya dipura-pura  atau diluar pura. Ciri khas kesenian Bebali adalah pentas seni yang memakai lakon, seperti : Seni Pewayangan, Topeng serta berbagai seni yang diciptakan berlandaskan ke tiga seni tersebut.
      3.   Seni Balih-Balihan
Yaitu Seni yang mutlak untuk diperuntukan sebagai media hiburan atau  tontonan masyarakat.


Perbedaan Seni Sakral dan Profan
Seni Sakral memiliki ciri sebagai berikut:
6.      Tidak pernah diupah, hanya dipertunjukkan untuk pelaksanaan upacara keagamaan.
7.      Berfungsi sebagai pelaksana atau bagian yang tak terpisahkan dari sebuah upacara yadnya.
8.      Pelakunya membawa atau menggunakan alat-alat perlengkapan upacara yang khas.
9.      Beberapa jenis seni wali”profan” ada juga yang di pasupati/diisucikan seperti tari sanghyang.
10. Contoh seni sakral: tari rejang, suara wargasari, tabuh gambang dan bangunan padmasana, seni rupa seperti pretima atau arca.

Seni Profan memiliki ciri sebagai berikut:
2.      Diupah atau disewa baik dalam hubungan dengan upacara keagamaan atau tidak .
3.      Umumnya sebagai media hiburan tapi kadang-kadang dipertunjukkan pada waktu upacara sedang berlangsung juga berfungsi sebagai seni bebali.
4.      Tidak mesti menggunakan perlengkapan upacara, kecuali bila berfungsi sebagai seni bebali.
5.      Pada zaman dahulu seni semacam ini kebanyakan di pasupati,karena bertujuan untuk memiliki kekuatan gaib dalam rangka mempengaruhi penonton.
6.      Contoh jenis seni mepasupati: hampir semua seni boleh dipacupati tetapi biasanya hanya barong dan rangda.





Dampak Positif dan Dampak Negatif
·        Dampak positif yang dapat disimpulkan dalam penjelasan di atas adalah masyarakat selalu menjaga kebudayaan, masyarakat mempunyai kontrol yang kuat hingga tidak berbuat kemaksiatan dan tidak berbuat kesalahan yang fatal serta arus budaya barat yang bersifat negatif harus ditinggalkan atau dihilangkan.


·        Dampak Negatif dari seni profan dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah seni yang dulunya di anggap sakral atau sesuatu yang sangat disakralkan sekarang tidak lagi seperti itu. Karena tidak hanya untuk acara ritual keagamaan atau media hiburan saja, tetapi sebagai objek wisata. Seperti ciri-ciri seni wisata yaitu merupakan tiruan dari aslinya,bentuknya singkat dan tidak sakral. Misalnya sekarang ini banyak seniman yang mengkemas tarian sakral untuk dijadikan tarian seni wisata, terciptanya tarian seperti itu untuk tetap menjaga nilai ritual dari tari sakral dan biasanya tarian sakral akan dipentaskan pada hari dan waktu tertentu sehingga wisatawan tidak bisa menyaksikan acara ritual tersebut. Tetapi ada juga seniman yang mengkemas tarian sakral untuk kepentingan yang lain. Misalnya tarian sakral yang mutlak untuk dipentaskan dan ditonton oleh wisatawan.





















BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
          Secara kesimpulan Seni profan dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah seni sakral dan seni profan mempunyai pemahaman masing-masing. Jika seni sakral lebih terhadap kesakralan sedangkan seni profan sudah tidak sakral lagi karena sudah menjadi media hiburan atau sebagai objek wisata.


B. Saran
          Kita masih bisa menyelamatkan kesenian sakral jika kita punya rumusan yang sama untuk memproteksi seni sakral itu sendiri. Pertama tentu harus mendata tentang seni sakral itu seperti dari busana, gerak/tariannya dan musik pengiring ritual. Kedua adalah memberi batasan,kesenian itu tidak lagi disebut sakral jika 25 persen (atau jumlah tertentu) sudah mengalami perubahan.




     C. Daftar Pustaka

Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1981), hh. 61-63 
Dick Hartoko, Manusia dan Seni, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1986), cet-2, h. 16  Wiyoso Yudoseputra, Seni Pahat Irian Jaya, h. 59
I Made Yudabakti dan I Wayan Watre,Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali.
Mariasusai Dhavomony, Fenomenologi Agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar