MAKALAH PENGANTAR ILMU SENI
SENI PROFAN DALAM MASYARAKAT KITA SAAT INI
Disusun Oleh :
Mega Fransiska (136040031)
FAKULTAS ILMU SENI & SASTRA
UNIVERSITAS PASUNDAN
TAHUN AKADEMIK 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Seni serta rasa keingintahuan kami
terhadap berbagai kebudayaan termasuk ilmu-ilmu yang mempelajari tentang seni.
Makalah ini berisi beberapa informasi tentang seni profan
dalam masyarakat kita saat ini. Manusia hidup di dunia ini tidak akan
terpisahkan dengan seni. Sehingga seni akan terus berkembang hingga sepanjang
masa.
Dengan seni kita mengharapkan manusia sebagai makhluk
sosial dapat menggerakan perasaan kita terhadap apa yang terjadi disekitar
kita.
saya menyadari makalah ini
masih jauh dengan sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan kesempurnaan makalah-makalah
selanjutnya.
Semoga allah swt meridhai
segala usaha kita. Amin
penyusun
Mega Fransiska
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................II
DAFTAR
ISI..............................................................................III
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
.......................................................IV
2.
Rumusan
Masalah...................................................IV
3.
Tujuan.....................................................................IV
BAB
II PEMBAHASAN
1. Pengertian
Seni Sakral dan Profan.................................V
2.
Seni profan dalam
kehidupan masyarakat kita saat ini...V-VI
3.
Perbedaan antara
Seni Sakral dan Profan......................VI
4.
Dampak
Positif dan Negatif...........................................VII
BAB
III PENUTUP
1.
Kesimpulan...................................................................VIII
2.
Saran.............................................................................VIII
3.
Daftar
Pustaka...............................................................VIII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didunia ini dalam pandangan keagamaan, dibagi menjadi dua, pertama adalah
wilayah Yang Sakral dan kedua adalah wilayah Yang Profan. Yang Profan biasanya
tidak dihiraukan, menjadi yang biasa-biasa saja, wilayahnya bukan sebagai
sesuatu yang sakral. Namun di sisi lain, apa yang biasa kita anggap Profan
menjadi begitu sakral dalam suatu agama, dan memang ini tidak masalah, karena
universalitas ini ada di dalam diri manusia walau contoh-contoh konkretnya
berbeda dari apa yang selama ini anggap biasa-biasa saja (profan).
Yang Sakral ini harus dipahami kalau ia tidak terbatas pada Tuhan
personal yang diyakini oleh agama-agama pada umumnya. Bahkan sebuah batu saja,
seperti yang akan kita akan lihat nanti, bisa menjadi batu yang berbeda -dari
yang mungkin sebagian orang memahami- sebagai batu yang biasa, dan batu-batu
lainnya hanya batu Yang Profan.
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini tentang “Seni Profan dalam
Masyarakat Kita Saat Ini”. Saya dapat merumuskan masalah antara lain sebagai
berikut :
2.
Apa yang dimaksud
Seni sakral dan Profan ?
3.
Apa yang terjadi
seni profan terhadap kehidupan masyarakat saat ini?
4.
Apa Perbedaan
antara seni sakral dan seni profan?
5.
Apa dampak
positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat?
C. Tujuan
Adapun tujuan saya dalam menyusun tujuan ini adalah :
2.
Untuk mengetahui
seni sakral dan profan.
3.
Untuk mengetahui
perkembangan seni profan terhadap keehidupan masyarakat .
4.
Untuk mengetahui
perbedaan antara seni sakral dan seni profan.
5. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Seni Sakral
& Profan
Seni Sakral adalah sebuah kesenian yang lahirnya
dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang
Maha Esa.
Seni Profan adalah subuah seni yang
lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan
tuhan yang maha esa sebagai upacara keagamaan atau tidak atau untuk media
hiburan atau komersil.
Seni Profan dalam
Kehidupan Masyarakat Saat Ini
Pada kehidupan saat ini seni profan
dan seni sakral berbeda. Karena untuk menjelaskan hal ini memerlukan tinjauan
estetika. Estetika yang dipakai “Seni Profan” tentu saja berbeda dari estetika
“Seni Sakral”.
“Estetika Profan” menganggap sesuatu
sebagai “indah”, apabila sesuatu itu dapat memuaskan citarasa sebatas mata atau
telinga. Jika mata menangkap kesan-kesan optik yang menyenangkan
penglihatannya, maka sesuatu itu “indah”. Jika telinga menangkap gelombang
suara yang dapat menyenangkan pendengaran, maka sesuatu itu “indah”. Penilaian
sesuatu sebagai indah hanya berhenti pada penyenangan inderawi, tidak lebih
dari itu. Sementara “Estetika Sakral” menganggap sesuatu sebagai “indah” bukan
karena sesuatu itu sendiri, tapi karena sesuatu itu ada untuk melayani tujuan
yang tertinggi, yaitu kebaktian kepada yang ilahi.
Jika
“Seni Profan” mengambil Alam sebagai obyek seninya, maka yang kemudian lahir
semata-mata Naturalisme. Sebaliknya, jika “Seni Sakral” mengambil Alam sebagai
obyek seninya, maka yang kemudian lahir bukanlah Naturalisme, tapi “Arketipisme
Alam”. Alam dipahami “Seni Sakral” sebagai Arketip (Archetype) atau
Simbol atau Gambar atau Manifestasi Ilahi. Alam sebagai Manifestasi Ilahi
diungkap sangat baik dalam hadits kaum Islam: Inna’l-lâhha Jamîlun,
yuhibbu’l-jamâl‟ (Sesungguhnya Ilahi itu Indah; Ia menyukai Keindahan).
Segala hal alamiah yang indah merupakan manifestasi Keindahan Ilahi.
Jika “Seni Profan” mengambil Manusia sebagai
obyek seninya, maka yang kemudian lahir semata-mata Naturalisme (yang dalam
bentuknya yang paling vulgar menjadi Pornografi atau Kultus Keindahan Sempurna
Fisikal. Sebaliknya, jika “Seni Sakral” mengambil Manusia sebagai obyek
seninya, maka yang kemudian lahir bukanlah Naturalisme, tapi lagi-lagi
“Arketipisme Manusia”. Manusia adalah Arketip atau Manifestasi Ilahi. Gambar
wajah-wajah leluhur yang dipahat pada pahatan suku Asmat, misalnya,
bukanlah semata-mata dibuat untuk menirukan wajah fisikalnya, tapi untuk
membangun hubungan antara “yang sementara” dan “yang abadi”.
Dalam
buku “Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali” oleh I Made Yudabakti dan I
Wayan Watre menjelaskan 3 fungsi seni, yaitu :
6.
Seni Wali
Yaitu seni yang dipentaskan
khusus pada hari suci, tempat suci dan bagian seninya telah ditentukan oleh
suatu keputusan sastra, seperti : Tari Rejang, Pendet, Baris dan Wayang
Sapuleger.
2. Seni Bebali
Yaitu seni yang dipentaskan untuk mengiringi upacara yadnya
dipura-pura atau diluar pura. Ciri khas
kesenian Bebali adalah pentas seni yang memakai lakon, seperti : Seni
Pewayangan, Topeng serta berbagai seni yang diciptakan berlandaskan ke tiga
seni tersebut.
3.
Seni Balih-Balihan
Yaitu Seni yang mutlak untuk diperuntukan sebagai media hiburan
atau tontonan masyarakat.
Perbedaan Seni Sakral dan Profan
Seni Sakral memiliki ciri sebagai berikut:
6.
Tidak
pernah diupah, hanya dipertunjukkan untuk pelaksanaan upacara keagamaan.
7.
Berfungsi
sebagai pelaksana atau bagian yang tak terpisahkan dari sebuah upacara yadnya.
8.
Pelakunya
membawa atau menggunakan alat-alat perlengkapan upacara yang khas.
9.
Beberapa
jenis seni wali”profan” ada juga yang di pasupati/diisucikan seperti tari
sanghyang.
10.
Contoh
seni sakral: tari rejang, suara wargasari, tabuh gambang dan bangunan
padmasana, seni rupa seperti pretima atau arca.
Seni Profan memiliki ciri sebagai berikut:
2. Diupah
atau disewa baik dalam hubungan dengan upacara keagamaan atau tidak .
3. Umumnya
sebagai media hiburan tapi kadang-kadang dipertunjukkan pada waktu upacara
sedang berlangsung juga berfungsi sebagai seni bebali.
4. Tidak
mesti menggunakan perlengkapan upacara, kecuali bila berfungsi sebagai seni
bebali.
5. Pada
zaman dahulu seni semacam ini kebanyakan di pasupati,karena bertujuan untuk
memiliki kekuatan gaib dalam rangka mempengaruhi penonton.
6. Contoh
jenis seni mepasupati: hampir semua seni boleh dipacupati tetapi biasanya hanya
barong dan rangda.
Dampak Positif dan Dampak Negatif
·
Dampak
positif yang dapat disimpulkan dalam penjelasan di atas adalah masyarakat
selalu menjaga kebudayaan, masyarakat mempunyai kontrol yang kuat hingga tidak
berbuat kemaksiatan dan tidak berbuat kesalahan yang fatal serta arus budaya
barat yang bersifat negatif harus ditinggalkan atau dihilangkan.
·
Dampak Negatif dari seni profan dalam
kehidupan masyarakat saat ini adalah seni yang dulunya di anggap sakral atau
sesuatu yang sangat disakralkan sekarang tidak lagi seperti itu. Karena tidak
hanya untuk acara ritual keagamaan atau media hiburan saja, tetapi sebagai
objek wisata. Seperti ciri-ciri seni wisata yaitu merupakan tiruan dari
aslinya,bentuknya singkat dan tidak sakral. Misalnya sekarang ini banyak
seniman yang mengkemas tarian sakral untuk dijadikan tarian seni wisata,
terciptanya tarian seperti itu untuk tetap menjaga nilai ritual dari tari
sakral dan biasanya tarian sakral akan dipentaskan pada hari dan waktu tertentu
sehingga wisatawan tidak bisa menyaksikan acara ritual tersebut. Tetapi ada
juga seniman yang mengkemas tarian sakral untuk kepentingan yang lain. Misalnya
tarian sakral yang mutlak untuk dipentaskan dan ditonton oleh wisatawan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara kesimpulan
Seni profan dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah seni sakral dan seni
profan mempunyai pemahaman masing-masing. Jika seni sakral lebih terhadap
kesakralan sedangkan seni profan sudah tidak sakral lagi karena sudah menjadi
media hiburan atau sebagai objek wisata.
B. Saran
Kita masih bisa
menyelamatkan kesenian sakral jika kita punya rumusan yang sama untuk
memproteksi seni sakral itu sendiri. Pertama tentu harus mendata tentang seni
sakral itu seperti dari busana, gerak/tariannya dan musik pengiring ritual.
Kedua adalah memberi batasan,kesenian itu tidak lagi disebut sakral jika 25
persen (atau jumlah tertentu) sudah mengalami perubahan.
C. Daftar Pustaka
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan, 1981), hh. 61-63
Dick Hartoko, Manusia dan Seni, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1986), cet-2, h. 16 Wiyoso
Yudoseputra, Seni Pahat Irian Jaya, h. 59
I Made Yudabakti dan I Wayan Watre,Filsafat Seni
Sakral Dalam Kebudayaan Bali.
Mariasusai Dhavomony, Fenomenologi Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar